Sorong - Meningkatkan kesadaran masyarakat atas pelindungan kekayaan intelektual menjadi salah satu tujuan utama penyelenggaraan program unggulan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), yaitu Mobile Intellectual Property Clinic (MIC) atau Klinik KI Bergerak di 33 provinsi di Indonesia.
Di Kota Sorong, Papua Barat, DJKI bekerja sama dengan Kantor Wilayah Kemenkumham Papua Barat menggelar MIC yang dimulai pada tanggal 20 Juni s.d. 22 Juni 2022. MIC memungkinkan masyarakat sebagai pemohon kekayaan intelektual (KI) untuk dapat melakukan konsultasi secara langsung dengan para ahli kekayaan intelektual dan mengikuti diseminasi dan edukasi KI.
Pada kegiatan diseminasi KI, Pemeriksa Paten Ahli Madya Nico E. Soelistyono memberikan paparan mengenai pemeliharaan hak paten.
"Dengan melindungi kekayaan intelektual (KI) yang kita miliki, maka kita mempunyai hak untuk memonopoli dan melarang orang lain untuk menggunakan KI tersebut tanpa izin," jelas Nico.
Selanjutnya, Subkoordinator Pertimbangan Hukum dan Litigasi Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri Achmad Iqbal Taufiq memberikan penjelasan mengenai ketentuan dalam pelindungan hak cipta.
"Mengubah suatu ciptaan, misalnya mengubah lirik lagu ciptaan orang lain itu tidak boleh. Apabila ingin melakukan cover lagu harus ditulis jelas pada deskripsi siapa penciptanya," ujar Iqbal.
Hak cipta di Provinsi Papua Barat merupakan KI yang paling banyak dimohonkan. Hingga 20 Juni 2022, telah tercatat sebanyak 144 pengajuan pencatatan ciptaan. Hal ini disebabkan karena banyaknya seniman di Bumi Kasuari ini.
Sedangkan, pada paparan mengenai desain industri, Pemeriksa Desain Ahli Muda Sapta Rika mengingatkan masyarakat untuk mengajukan permohonan desain industri sesegera mungkin saat kebaruannya masih segar.
"Terdapat tiga prinsip dalam pelindungan desain industri, yaitu konstitusi, kebaruan, dan pendaftaran pertama. Jika Bapak/Ibu punya desain terbaru, segera daftarkan. Jangan sampai kebaruannya hilang," tutur Rika.
Desain industri merupakan suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri atau kerajinan tangan.
Adapun pada kesempatan yang sama, masyarakat juga diberikan waktu untuk melakukan konsultasi secara tatap muka. Sesi konsultasi ini banyak dimanfaatkan masyarakat untuk menanyakan kendala yang terjadi atas permohonan KI milik mereka.
Pemeriksa Merek Ahli Muda Agus Dwiyanto menjelaskan bahwa pada sesi konsultasi mengenai merek, beberapa pemohon belum terlalu memahami proses pendaftaran merek.
"Ada pemohon yang datang dan mengaku sudah punya produk dan merek tapi belum mendaftarkan mereknya atau ada juga yang sudah mendaftar tetapi melalui jalur yang difasilitasi suatu instansi. Setelah difasilitasi, banyak yang tidak tahu kelanjutan proses pendaftaran merek mereka sampai mana. Melalui konsultasi ini, kita berikan pengertian dan pemahaman," ujar Agus.
Oleh karena itu, penyelenggaran MIC sejatinya bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kemandirian masyarakat dalam pengajuan permohonan KI sehingga ke depan semakin banyak masyarakat Papua Barat yang mendaftarkan KI milik mereka. (SYL/kad)